Tuesday, 13 September 2016

Sinopsis Anime Anthem Of The Heart Part 3


**Pangeranpun muncul di hadapan sang gadis yang tekah dipenuhi oleh bermacam kata muram dalam dirinya. Diucapkannyalah kata penuh kebahagiaan, layaknya oasis di tengah gurun pasir.**

Malam itu, Tasaki memikirkan untuk minta maaf kepada tim baseball nya dan juga pada Naruse. Benar saja, keesokan harinya, di tengah hujan, ia pergi ke tempat tim baseball dan meminta maaf kepada timnya.
Mereka tampak kaget dengan kedatangan Tasaki. Tasaki membungkuk, “Aku mohon maaf atas semuanya! Pertandingan dan cederakupun semuanya salahku!” dia terus membungkuk. “Aku ini bodoh. Jadi aku berusaha menanggungnya sendiri. Berlagak jadi bos, bahkan beralasan semua itu demi tim. Tapi sebenarnya aku tidak lebih baik.”
Tasaki juga ingin meminta kesempatan untuk memperbaikinya dari awal.
Anthem of The Heart
“Setelah memperbaiki, mau apa?” balas Yamaji.
“Setelah sembuh dari cedera, aku akan berjuang lagi bersama kalian demi sampai ke turnamen nasional.” Jawab Tasaki meyakinkan.
“Aku malau latihan dulu.” Ucap Yamaji, kemudian dia pergi dari hadapan Tasaki.
Saat Nito, Taku, dan jufa Naruse bertemu dengan Shimacho, Tasaki tiba-tiba juga datang dan membungkuk di depan Naruse sambil mengatakan permintaan maaf atas ucapannya tempo hari. Ia juga mengatakan kepada Shimacho bahwa ia siap untuk membantu acara program penjangkauan. Melihat itu, Shimacho menjadi senang dan persiapan bisa segera dimulai.
Tasaki dengan percaya diri juga memimpin untuk meyakinkan teman-teman sekelasnya karena banyak diantara mereka yang masih tidak mau mengadakan musikal. Namun, pada akhirnya satu persatu dari murid mau ikutan.
Anthem of The Heart
Naruse terpilih menjadi srikandi, Taku menjadi pangeran, Tasaki menjadi telur, dan murid-murid lain mengambil peran-perannya masing-masing. Sejak saat itu, mereka mulai berlatih dengan konsep cerita dari Naruse.
Hari itu, anggota himpunan berencana untuk latihan di rumah Taku. Nito dan Naruse turun dari bus dan Nito hendak membuka google map untuk mencari tau arah rumah Taku. Naruse mengatakan kalau ia sudah pernah ke rumah Taku jadi dia sudah tau jalannya. Naruse juga mengatakan kalau Taku pernah bermain piano. Nito terlihat sedikit cemburu namun ia berusaha untuk tidak memperlihatkannya.
Anthem of The Heart
Takupun mulai bermain piano sambil bernyanyi. Semua anggota mengatakan kalau nyanyian Taku sangat cocok dengan cerita. Namun perlu diaransemen lagi, beberapa lirik perlu disesuaikan dan juga koreografi sama formasi perlu dilakukan.
Pulangnya, Tasaki sengaja tidak naik kereta tapi pulang bersama Naruse dengan jalan kaki. Disaat itu, Tasaki mengakui bahwa teman-teman sekelasnya memiliki banyak bakat lebih. Selama ini ia jarang memperhatikan orang-orang disekelilingnya. Naruse merasa senang dan mengatakan kalau Tasaki hebat karena bisa menyadarinya sendiri.
Anthem of The Heart
Berbagai lirik nyanyian disesuaikan begitu juga dengan ending cerita. Taku juga sibuk latihan piano ditemani Naruse. Semua murid tampak bekerja keras untuk mempersiapkan acara musikal yang tinggal beberapa hari lagi. Hingga satu hari sebelum acara dimulai, mereka tampak sudah latihan dengan matang meski ada beberapa anak yang masih ragu dengan hafalan lirik ataupun koreografi.
Taku melihat beberapa hari ini, Nito tampak berusaha untuk menjauhinya. Taku tidak sempat bertanya karena sibuk mengurus persiapan untuk acara musikal yang akan diadakan besok pagi. Mereka membersihkan dan mempersiapkan pentas dan juga berbagai hal yang diperlukan hingga malam. Tim bisbol ikut bergabung untuk membantu memindahkan barang.
Anthem of The Heart
Yamaji yang sebelumnya tampak tidak begitu menyukai Tasaki akhirnya berbicara dengan Tasaki. Ia menanyakan apakah tangan Tasaki masih sakit. Tasaki mengatakan kalau gipsnya sudah boleh dilepaskan dan dia bisa mulai latihan baseball dalam beberapa hari kedepan.
Nito memindahkan beberapa kantong barang ke ruang kelas. Taku ikut menemaninya, namun Nito tampak menjauhkan diri.
“Hei, mengapa sikapmu belakangan ini aneh?” Tanya Taku kepada Nito yang berjalan lebih cepat.
“Dimananya?” Tanya Nito.
“Ya, kelihatan kok.”

Nito berhenti. Ia menangis dan menyuruh Taku untuk pergi dan untuk tidak mempedulikannya. “Pergilah.,.pergilah ke pelukan Naruse!” cecarnya lirih. Sepertinya ia cemburu melihat kedekatan Taku dan Naruse beberapa waktu belakangan.
“Eh, kenapa malah bawa-bawa Naruse?”
“Habisnya, kau cinta sama Naruse kan?”
Taku mengatakan kalau ia tidak menyukai Naruse. Taku juga mengatakan kenapa Nito seenaknya memutuskan perasaan orang lain. “Aku selalu menyesalinya. Di hari itu, pas kamu mencoba mengulurkan tanganmu..”
Anthem of The Heart
Taku mengatakan kalau ia menyesal karena tidak bisa berbuat apa-apa dan ia merasa hubungan mereka semakin samar sejak saat itu.  Ia tidak mengungkit apa-apa kepada Nito karena ia takut status hubungan mereka benar-benar berakhir.  Dengan kata lain, ia sebenarnya masih menyukai Nito hingga saat ini. Ia hendak mengatakannya, namun Nito pergi dan mengatakan kalau ia senang melihat Taku bermain piano lagi.
Naruse yang ternyata dari tadi mendengarkan percakapan mereka langsung lari dan menangis. Ia berlari sekuat tenaga berusaha untuk menolak kenyataan bahwa Taku ternyata sama sekali tidak menyukainya. Ia terjatuh. Naruse memegang perutnya. “Aduh..sakit.” rintihnya.
“Tapi bukan perutmu kan?”
Naruse langsung melihat ke sumber suara. Ia melihat telur itu tengah berada di hadapannya.
“Yang sakit itu adalah hatimu. Kesakitan masa muda. Akibat kesalahanmu melanggar sumpah kuncinya.” Sambung si telur.
Anthem of The Heart
“Tapi aku hampir tidak pernah bicara!.” Balas Naruse kesal.
“Apa yang dimaksud dengan “bicara” itu  bukan cuma lewat mulut saja.” Sanggah si telur. “ hatimu yang cerewet…, sudah terlalu banyak bicara!”
Naruse bingung dengan perkataan si telur.
“Takumi Sakagami..Aku mencintaimu!.. Aku mencintaimu!.. Aku mencintaimu!.. Aku mencintaimu!..” ucap si telur.
Anthem of The Heart
“Lihatlah, telurmu sudah penuh dengan retakan. Ah, sudah mulai keluar. Putih yang lengket. Kamu amat mengecewakan!” ***
Butiran salju turun dengan indahnya. Naruse memandangi puncak atap hotel yang dulu ia yakini sebagai istana dan yang selalu ia kagumi saat kecil. Ada banyak kekecewaan yang ia alami, dan semuanya itu bermula dari keinginanya untuk berdansa di istana itu. 




EmoticonEmoticon